Saturday, May 26, 2012

Ruang Hidup I

"Kau liat tempat ini? Apa masih bisa kau sebut tempat ini indah setelah melihat sisi lainnya?" Seru nenek tua itu kepadaku.
Pemandangan amat sangat berbanding terbalik dengan apa yang aku lihat sebelumnya. Tercengang, tidak percaya.
"Ini.. Kenapa bau busuk sekali? Kenapa mayat-mayat berserakan dimana-mana Nek? Kenapa tidak ada yang mengurusnya?" kata ku gelagapan sambil menutup hidung karena aroma mayat yang amat menyengat.
Seolah tidak percaya, mataku aku kedip-kedipkan seraya melihat disekitar ku tempat apa ini sebenarnya. Udara pekat, lokasi dipinggir bebatuan besar yang menjorok kearah yang bisa disebut goa, sinar cahaya menipis, serta tidak ada satupun tanaman dimana hingap burung-burung yang berkicau. Tragis, sangat tragis.
"Semua orang yang lalu lalang yang kau liat tadi, setelah mereka merasa hidupnya tidak lama lagi, pasti mereka ketempat ini dan menunggu ajal menjemputnya."
"Bawa aku pergi dari sini Nek! Aku tidak sanggup disini, aku tidak tahan."
Setelah melihat gelagatku yang ketakukan dengan tempat ini. Lalu nenek tua itu membawa aku kembali ketempat dimana aku tertidur tadi.
"Tolong jelaskan padaku tempat apa ini sebenarnya? Kenapa semua ini aneh? Tempat ini indah, disini. Aku menemukan ketenangan, pemandangan yang indah, kesejukan, meskipun orang-orang disekitar sana tidak saling mempedulikan satu sama lain. Tapi kenapa kau tadi membawaku ketempat yang amat sangat berbeda? Banyak mayat beserakan dari yang mulai mayat utuh, mayat setengah hancur, sampai mayat yang sudah bau busuk dan tinggal tulang belulang? Tolong jelaskan Nek!" tanyaku emosi.

Nenek tua itu tersenyum..
"Kalau aku bertanya, jika kau disuruh memilih, kau lebih memilih tempat yang sangat indah, namun hanya kau sendiri yang menikmatinya, meskipun ada orang lain disekitarmu namun kalian tidak saling berkomunikasi hingga sampai ajalmu tiba kau tetap sendiri, atau kau lebih memilih tempat yang sebenarnya indah, namun semua tertutup oleh prasangka dan persepsimu sendiri tentang tempat itu, sedangkan disana selalu ada orang yang besedia bersamamu dalam kondisi apapun. Bagaimana?" tanya nenek tua itu balik.
"Aku... Aku akan memilih tempat indah yang dimana disekelilingnya saling berkomunikasi denganku, berbagi dan menghabiskan waktu denganku."
"Jika kau menginginkannya seperti itu, itu bukan disini. Disini hanya dunia semu, semua yang kau lihat hanya klise belaka. Kembalilah ketempat asalmu."
"Tapi, aku sedang membenci duniaku disana. Aku lelah dengan keadaan disana. Semua seakan lagi menghianati dan menjauhiku. Aku hanya ingin beristirahat sejenak. Menjauhkan diriku dari semua yang membebani pikiranku"
"Hidup itu suka duka, bukan suka suka. Wajar saja terkadang kau selalu mengalami hal yang kau anggap pahit, agar kau mengerti bagaimana  meraih rasa manis itu dalam hidupmu. Apakah kau bisa melewatinya? Atau kau menyerah dengan keadaan? Semua yang kau lalui nantinya akan dijadikan tolak ukur seberapa tangguh dirimu Nak."
"Iya aku tahu, tapi mana orang-orang yang selalu bilang mereka selalu ada untukku? Kemana mereka saat aku butuhkan? Ini sama saja aku hidup sendiri!"
"Mereka itu hidup tidak sendiri, mereka punya keluarga, mereka punya teman yang lain, mereka punya masalah lain. Saat mereka sibuk sendiri, bukan berarti mereka melupan kamu. Bukankah jika kamu sedang berada diposisi mereka, kamu juga akan melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan, bukan?"
Aku terdiam dan berfikir.
"Apa yang kau pikirikan adalah apa yang akan terjadi padamu. Lepaskan beban dihatimu Nak. Hidup itu tidak jauh dari berpindah-pindah serta datang dan pergi. Yang terpenting adalah lakukan yang terbaik apa yang ada pada dirimu. Semua pasti ada balasannya."

Cahaya yang kulihat menjauh semakin lama semakin memudar dan hilang. Kemudian aku tersentak, bangun.
Mimpi terpanjang yang pernah aku lalui, tapi begitu nyata. Tuhan, mungkin inikah pertanda dariMu? Terima kasih sudah menyadarkan ku. Maafkan atas segala keluh kesahku..

No comments:

Post a Comment