Persepsi masyarakat umum terhadap penderita HIV-AIDS terkadang selalu negatif. Tak heran jika banyak penderita/pengidap HIV-AIDS mendapat perlakuan diskriminasi. Mereka diasingkan, dikucilkan, dan tidak diakui, bahkan oleh keluarganya sendiri. Penderita/pengidap HIV-AIDS dianggap momok menakutkan. Padahal kenyataan penderita/pengidap HIV-AIDS masih bisa hidup normal dan menjalani aktivitas sebagaimana manusia yang sehat. Bahwa penyakit HIV-AIDS tergolong mematikan dan berbahaya memang benar, tapi bukan lantas menjadikan penderita/pengidapnya tak memiliki harapan dan kesempatan untuk menikmati hidup yang sewajarnya. Sebenarnya bukan hanya penyakit HIV-AIDS yang tergolong mematikan, penyakit lainnya seperti kanker, TBC, kusta, jantung, DBD, dan lain sebagainya juga mematikan selama tidak mendapatkan penanganan yang baik. Karenanya yang perlu dilakukan adalah bagaimana menciptakan iklim kehidupan yang sehat agar penyakit-penyakit berbahaya itu tidak sampai meningkat tinggi.
Dalam hal ini kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap kesehatan sangat penting. Masyarakat perlu dibudayakan menjaga pola hidup bersih dan sehat, pergaulan sehat, dan perilaku hidup yang sehat. Upaya pencegahan lebih efektif ketimbang mengobati. Penyuluhan, edukasi, kampanye, dan pengenalan terhadap penyakit dengan resiko kematian tinggi di masyarakat harus selalu dilakukan.
Anda positif mengidap AIDS, kehidupan Anda telah telah berakhir!
Mungkin itulah vonis yang dirasakan oleh penderita salah satu penyakit paling ditakuti di masa kini. Betapa tidak, penyakit ini mampu merenggut segala aspek kehidupan bagi penderitanya. Ketahanan fisik mereka tergerogoti, kehidupan sosial pun terancam sepi dan dingin. Masa depan, tidak sedikit yang merasakannya sebagai sesuatu yang gelap. Penyakit ini sangat berbahaya! Bukan hal yang mengherankan jika semua orang bersikap hati-hati karena takut pada serangannya. Sistem imunitas atau kekebalan tubuh merupakan sasaran dari HIV, virus penyebab penyakit ini. Infeksi virus ini akan menghalangi mekanisme perlindungan tubuh terhadap benda-benda atau mikroorganisme asing yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu fungsi tubuh. Infeksi sekecil apapun bisa menjadi hal yang berbahaya karena ketidakmampuan tubuh mengatasi pengganggu tersebut. Untuk jangka panjang, penyakit ini dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang dapat menurunkan kualitas hidup serta berakibat fatal.
Virus ini dipercaya dapat menyebar dengan mudah. Hanya dengan setetes darah, nasib seseorang dapat berubah 180⁰. Kebanyakan orang pun akan takut menghadapi penderita HIV. Mereka tidak mau mengambil resiko dengan hidup terlalu dekat dengan mereka. Padahal kedekatan dan kehangatan dari orang di sekitarnyalah yang dapat menghidupkan psikis dan fisik rapuh penderita AIDS. Dari sinilah, mereka mulai merasa kehilangan segalanya. Belum lagi, pandangan buruk masyarakat pada penderita AIDS mengingat penyebab AIDS di antaranya adalah seks bebas dan penggunaan jarum suntik secara bergantian, khususnya pada pecandu narkoba.
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Penyakit AIDS yaitu suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan menjadikannya tempat berkembang biak Virus HIV baru, kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sebagaimana kita ketahui bahwa sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, Tubuh kita lemah dan tidak berupaya melawan jangkitan penyakit dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa.
Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan. Virus HIV AIDS sebenarnya bukan berasal dari simpanse, tetapi ciptaan para ilmuwan yang kemudian diselewengkan melalui rekayasa tertentu untuk memusnahkan etnis tertentu. (Jerry D. Gray, Dosa-dosa Media Amerika - Mengungkap Fakta Tersembunyi Kejahatan Media Barat, Ufuk Press 2006 h. 192).
Tulisan Allan Cantwell, Jr. M.D. ini mengungkapakan rahasia asal-usul AIDS dan HIV, juga bagaimana ilmuwan menghasilkan penyakit yang paling menakutkan kemudian menutup-nutupinya.
“Teori” Monyet Hijau
- Tidak sedikit orang yang sudah mendengar teori bahwa AIDS adalah ciptaan manusia. Menurut The New York Times yang terbit 29 Oktober 1990, tiga puluh persen penduduk kulit hitam di New York City benar-benar percaya bahwa AIDS adalah “senjata etnis” yang didesain di dalam laboratorium untuk menginfeksi dan membunuh kalangan kulit hitam. Sebagian orang bahkan menganggap teori konspirasi AIDS lebih bisa dipercaya dibandingkan teori monyet hijau Afrika yang dilontarkan para pakar AIDS. Sebenarnya sejak tahun 1988 para peneliti telah membuktikan bahwa teori monyet hijau tidaklah benar. Namun kebanyakan edukator AIDS terus menyampaikan teori ini kepada publik hingga sekarang. Dalam liputan-liputan media tahun 1999, teori monyet hijau telah digantikan dengan teori simpanse di luar Afrika. Simpanse yang dikatakan merupakan asal-usul penyakit AIDS ini telah diterima sepenuhnya oleh komunitas ilmiah.
|
|
- “Pohon keturunan” filogenetik virus primata (yang hanya dipahami segelintir orang saja) ditampilkan untuk membuktikan bahwa HIV diturunkan dari virus primata yang berdiam di semak Afrika. Analisis data genetika virus ditunjukkan melalui “supercomputer” di Los Alamos, Mexico, menunjukkan bahwa HIV telah “melompati spesies’, dari simpanse ke manusia sekitar tahun 1930 di Afrika. Catatan penting: Los Alamos kebetulan saja merupakan sentra pembuatan bom nuklir, hasil persekutuan mata-mata Cina, dan laboratorium tempat dilakukannya eksperimen rahasia radiasi manusia terhadap penduduk sipil yang tidak merasa curiga. Eksperimen ini telah dilakukan sejak tahun 1940-an hingga awal epidemik AIDS.
Cara Penularan AIDS (Transmisi)
Transmisi suksual:
- Cara hubungan suksual ano-genital merupakan perilaku seksual dengan resiko tertinggi bagi penularan HIV. Karena mukosa rectum dan anus ( pelapisan ) yang sangat tipis dan mudah luka dan mendapat infeksi HIV.
- Cara hubungan oro-ginital merupakan resiko tingkat kedua sesedah ano-genital. ( terrmasuk menelan sperma dari mitra seks pengidap HIV ).
- Tingkat resiko ketiga adalah hubungan genito-genital ( hetero suksual ). Hasil sebuah penelitian membuktikan bahwa resiko penularan suami pengidap HIV kepada istrinya adalah 22 % dan dari isteri pengidap HIV kepada suaminya adalah 8 %.
Transmisi non- seksual:
- Transmisi perenteral, penggunaan alat suntik atau alat tusuk lainya yang sudah tertular dengan virus HIV. Contoh paling populer adalah : para penyalah guna narkotika dengan suntik, terutama dinegara maju, di Asia terkenal di Thailand. Selain itu juga penggunaan alat suntik oleh para medis untuk banyak orang, atau diperguanakan berkali-kali dan sudah tertular virus HIV. Juga pada penggunaan alat tindik, baik daun teliga, hidung maupun di tempat lain, sedang alatnya sudah tertular virus HIV Resiko tertular dengan alat tusuk seperti ini, sekitar 1 %. Dari data CDC-NIH ( Centers for Disease Control and National Institute for Health ) Amerika Serikat, dari sejumlah 973 orang yang tertusuk dengan jarum suntik yang sudah tertular dengan virus HIV, hanya 4 orang yang tertular dengan virus HIV.
- Hal yang lain perlu diperhatikan adalah tertular dari darah transfusi, dari donor yang sudah tertular virus HIV. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, diman prevalensi HIV sedemikian tingginya, setiap donor darah sudah harus diskrin bebas virus HIV. Di Indonesia hal ini masih belum diperlulakan, karena relevansi HIV masih rendah. Resiko tertular infeksi HIV melalui transfusi darah adalah lebih dari 90 %.
- Resiko transplasental, dari ibu hamil kepada anaknya 50 %.
Transmisi yang belum terbukti:
Antara lain : walapun HIV telah dapat diisolasikan dari air susu ibu, namun belum terbukti penularanya. Dari air liur ( ludah ), dapat diisolasi virus HIV, kemungkinan infeksi terjadi kalau saat berciuman dengan pengidap HIV, luka dibibir atau mukosa mulut. Transmisi lewat air mata, lewat air seni ( urine ), maupun transmisi sosial , seperti serumah, satu kelas disekolah dll. Transmisi melalui serangga penggigit manusia, antara lain nyamuk, kutui busuk, tidak terbukti.
Tanda dan Gejala Penyakit AIDS
Seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah seperti dibawah ini :
- Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
- Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.
- Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
- System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
- System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
- Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
Penanganan dan Pengobatan Penyakit AIDS
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian. Kita semua diharapkan untuk tidak mengucilkan dan menjauhi penderita HIV karena mereka membutuhkan bantuan dan dukungan agar bisa melanjutkan hidup tanpa banyak beban dan berpulang ke rahmatullah dengan ikhlas.
Pencegahan AIDS
Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-ganti pasangan seksual. Pencegahan lain adalah melalui pencegahan kontak darah, misalnya pencegahan penggunaan jarum suntik yang diulang, pengidap virus tidak boleh menjadi donor darah. Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C. A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja. C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat pencegahan dengan menggunakan kondom.
Prediksi Yang Akan Datang
Tahun 2000, diperkirakan jumlah kasus HIV/AIDS akan meningkat menjadi 30-40 juta orang dan pertambahan kasus baru terbanyak akan ditemukan di Asia Selatan dan Tenggara.Di negara industri telah terlihat penurunan jumlah kasus baru (insidens) per tahun. Di Amerika Serikat, telah turun dari 100.000 kasus baru/tahun menjadi 40.000 kasus baru/tahun. Pola serupa juga terlihat di Eropa Utara, Australia dan Selandia Baru. Penurunan kasus baru berkait dengan tingkat pemakaian kondom, berkurangnya jumlah pasangan seks dan memasyarakatnya pendidikan seks untuk remaja.
Penurunan infeksi HIV juga terjadi sebagai dampak membaiknya diagnosa dini dan pengobatan yang adekwat untuk penyakit menular seksual (PMS). Di Tanzania, daerah yang pelayanan PMSnya berjalan baik mempunyai insidens HIV yang 40% lebih rendah. Penelitian di Pantai Gading, Afrika memperlihatkan bahwa pengobatan PMS juga mengurangi viral load sehingga mengurangi infectivity.
Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia sampai dengan Juni 2011
Pada awalnya dimulai dengan penularan pada kelompok homoseksual (gay). Karena diantara kelompok homoseksual juga ada yang biseksual, maka infeksi melebar ke kelompok heteroseksual yang sering berganti-ganti pasangan. Pada tahap kedua, infeksi mulai meluas pada kelompok pelacur dan pelanggannya. Pada tahap ketiga, berkembang penularan pada isteri dari pelanggan pelacur. Pada tahap ke empat mulai meningkat penularan pada bayi dan anak dari ibu yang mengidap HIV.
Kerentanan Wanita Pada Infeksi HIV
Wanita lebih rentan terhadap penularan HIV akibat faktor anatomis-biologis dan faktor sosiologis-gender.Kondisi anatomis-biologis wanita menyebabkan struktur panggul wanita dalam posisi “menampung”, dan alat reproduksi wanita sifatnya “masuk kedalam” dibandingkan pria yang sifatnya “menonjol keluar”. Keadaan ini menyebabkan mudahnya terjadi infeksi khronik tanpa diketahui oleh ybs. Adanya infeksi khronik akan memudahkan masuknya virus HIV.Mukosa (lapisan dalam) alat reproduksi wanita juga sangat halus dan mudah mengalami perlukaan pada proses hubungan seksual. Perlukaan ini juga memudahkan terjadinya infeksi virus HIV. Faktor sosiologis-gender berkaitan dengan rendahnya status sosial wanita (pendidikan, ekonomi, ketrampilan). Akibatnya kaum wanita dalam keadaan rawan yang menyebabkan terjadinya pelcehan dan penggunaan kekerasan seksual, dan akhirnya terjerumus kedalam pelacuran sebagai strategi survival.
Kisah pengidap aids
BONITA (68) mengisap rokoknya dalam-dalam. Dia tampak begitu gembira malam itu, menyaksikan pentas dangdut yang rutin digelar di taman hiburan Wonderia, Semarang. Berbalut busana hitam seksi, dia asyik berjoget, bernyanyi, dan tertawa lepas bersama teman-temannya. Seolah tanpa beban.
Ya, begitulah cara Bonita melepas penat raga dan pikiran. Dia sepertinya tak ingin memikirkan, apalagi merasa terbebani, dengan statusnya sebagai ODHA. Bonita yang sekarang, jauh berbeda dengan Bonita lima tahun yang lalu. Sejak divonis terkena AIDS, hidupnya berubah 180 derajat. Bonita tak lagi minum minuman keras, menjadi pengguna dan pengedar narkoba, atau berhubungan seks dengan para pelanggannya.
“Saya sekarang menjalani hidup sehat. Saya sudah mengurangi keluar malam. Dan yang paling penting, sejak memeluk agama saya merasa semakin dekat dengan Tuhan,” katanya.
Jauh sebelum divonis mengidap AIDS, Bonita adalah pekerja seks bebas. Dia yang lahir 5 Mei 1942 di Bangka Belitung itu menghabiskan masa kecilnya di jalanan, tempat prostitusi, bahkan sempat beberapa kali kumpul kebo dengan sesama jenis. Sejak umur 11 tahun, hidupnya tak pernah jauh dari minuman keras, narkoba, free sex, bahkan tindakan kriminal seperti merampas uang pelanggan dan mengedarkan narkoba. “Dulu saya tak punya agama, tak kenal Tuhan. Ibu meninggal ketika saya umur 11 tahun. Saya sering merampas uang laki-laki, karena dendam pada ayah yang tak pernah mengakui saya sebagai anak,” kisahnya.
Puluhan tahun waria yang bernama asli Faung Bongiok itu menjalani hidup tanpa arah dan merantau di 14 provinsi. Dia mengaku sempat drop, bahkan ingin bunuh diri dengan minum racun dan minum-minuman keras sebanyak-banyaknya hingga paru-parunya sakit, ketika vonis AIDS itu didengarnya pada 7 April 2006. Dia juga sempat diusir dari tempat tinggalnya di Semarang, bahkan tidak ada satu pun tempat kerja yang mau menerimanya sebagai pegawai, ketika ia membuka status ODHA yang disandangnya.
“Untung saya bisa meyakinkan masyarakat di lingkungan tempat saya tinggal soal AIDS. Lagi pula saya sudah benar-benar berubah, tidak seperti dulu,” tuturnya.
CD4 Meningkat
Keberhasilan Bonita mengubah pola hidup dan menjauhi stres, ternyata membawa dampak besar bagi kesehatan tubuh. Bahkan sistem imunisasi tubuh, yakni kadar sel limfosit (CD4) di tubuhnya mencapai 1.243 pada September 2009. Awal setelah terdeteksi AIDS, kadar CD4-nya 378, lalu meningkat jadi 470, 539, dan 839. CD4-nya sempat turun 320 pada 2007 karena stres. Lalu pada 2008, meningkat lagi hingga 1.022.
“Kata dokter, kalau CD4 sudah lebih dari 1.000, disarankan periksa setahun sekali. Bahkan yang dulunya saya AIDS stadium tiga, sekarang jadi stadium satu. Saya juga tak pernah ada sariawan di mulut seperti penderita lainnya,” ujarnya.
Menurut Bonita yang kini mencari penghasilan dengan mengamen itu, tiap pagi setelah bangun tidur dia menjalani rutinitas yakni sikat gigi, berdoa, lalu olahraga sekitar 15 menit, mandi, minum susu, kemudian mengamen pukul 06.30-09.30. Setelah aktivitasnya selesai, Bonita kembali ke rumah dan bercengkerama dengan teman, lalu istirahat siang.
“Selain minum antiretroviral (ARV) dua kali sehari tiap pagi dan sore, saya juga minum obat herbal yang bisa menambah nafsu makan,” imbuhnya.
Wati (33), salah seorang ODHA yang juga teman Bonita, juga mengalami kenaikan CD4 hingga 1.208 setelah menjalani terapi dan mengubah gaya hidup, serta tidak mengonsumsi makanan sembarangan. Pertama kali terapi, CD4-nya hanya 275, lalu naik menjadi 421. Karena kondisi tubuh dan pikiran yang berangsur membaik, angka CD4 naik lagi jadi 621.
“Fantastis. Sekarang saya sampai di angka 1.208, melebihi kadar CD4 orang sehat. Meski begitu, saya tetap rajin menjalani terapi setiap bulan. Obat yang saya minum sama dengan Bonita, hanya beda dosis,’’ jelas dia.
Waria kelahiran Jakarta, 18 Agustus 1967 ini, mengaku selama proses pertobatan dia sempat diuji oleh Tuhan. Di lehernya ada benjolan kelenjar getah bening sebesar biji jagung dan terasa gatal. Beruntung, dokter dari Graha Martha memberikan terapi ARV hingga benjolannya hilang. “Sebelum pergi ke klinik VCT untuk tes HIV/AIDS, saya menderita diare dan demam berkepanjangan pada akhir 2005. Waktu itu pengetahuan tentang penyakit HIV/AIDS masih sangat minim,” kata dia.
Aspek psikologis memang sangat berpengaruh bagi ODHA. Hasil penelitian menunjukkan, stres bisa menurunkan ketahanan tubuh dan memengaruhi metabolisme jaringan yang akan meningkatkan ROS (reverse oxygen species). ROS akan merangsang perusakan tubuh, termasuk sel CD4.
“Mekanisme inilah yang diduga menyebabkan orang yang baru saja terdiagnosa AIDS, kadar CD4-nya turun drastis,” kata dr Budi Laksono MKespro.
Dokter yang baru dua bulan mendampingi Bonita menjalani pengobatan herbal itu menjelaskan, stres bisa menyebabkan pola makan, istirahat, kerja, dan lain-lain terganggu, sehingga mengakibatkan ROS tinggi. Dengan mengatur stres, maka HIV/AIDS bisa ditekan maksimal. Selain itu, doa, tawakal, kepasrahan, dan ikhtiar juga menjadi pemicu ODHA menjadi lebih sehat.
Budi mengindikasi, Bonita termasuk salah satu kasus unik dalam HIV/AIDS. Sebab jika melihat gaya hidupnya, diperkirakan dia terkena AIDS jauh sebelum memeriksakan diri ke klinik VCT pada 27 September 2005. “Daya tahan tubuhnya luar biasa. Kalau orang normal paling-paling kadar CD4-nya 800. Bahkan saya sedang mengusulkan agar genetikanya diperiksa, untuk diteliti lebih lanjut apakah ada kelainan yang luar biasa,” ujarnya.
Secara psikis, tubuh ODHA sangat rentan mengalami gangguan. Padahal, berperan menjadi orang sehat dan tetap produktif dapat mencegah laju perkembangan HIV/AIDS. Persoalannya, untuk mengasumsikan diri sebagai orang sehat, ODHA dituntut mampu memandang positif masyarakat terhadap dirinya.
“Selain menghindari stres, ODHA juga harus mengonsumsi makanan bergizi, rutin berolahraga, menjaga kebersihan, mencegah infeksi tubuh seperti flu, penyakit kulit, dan stomatitis, minum obat ARV, dan mengonsumsi suplemen seperti obat herbal,” terang ketua Klinik VCT PMI Kota Semarang itu.
Ketua Tim HIV/AIDS RSUP Dr Kariadi, dr Muchlis Achsan Udji Sofro SpPD KPTI menyatakan, memang sangat jarang ODHA bisa memiliki kadar CD4 hingga 1.000 lebih. Namun kadar CD4 1.200 masih dalam batas normal, karena batas CD4 manusia adalah 400-1.400. Meski kadar CD4 lebih dari 1.000, bukan berarti penyakit AIDS bisa hilang. Penyakit ini akan terus ada dalam tubuh ODHA untuk seumur hidup, sama halnya dengan diabetes mellitus yang tidak pernah bisa sembuh.
“Beberapa pasien ODHA ada yang memiliki CD4 lebih dari 1.000. Itu karena mereka mengubah pola hidup, pasrah, tidak stres, dan banyak makan makanan bergizi,” tandasnya. (Fani Ayudea, Fista Novianti-65).
Aspek Kejiwaan Penderita AIDS
Begitu seseorang mengakui ia menderita AIDS ( atas pemberitahuan dokter ), penderita mengalami scock. Bisa putus asa ( karena shock berat ). Penderita mengalami “ depressi berat “. Dengan berkembangnya penyakit, makin lama makin berat, timbul berbagai infeksi opotunistik, penderita makin tersiksa. Biaya pengobatan tambah besar, macam penyakit tambah banyak, obat yang di beri harus tambah banyak dan tambah keras, dengan berbagai efek samping, yang memperparah keadaan penderita. Masyarakat sekitar turut pula memperburuk keadaan kejiwaan penderita, dengan segala macam isu dan ejekan yang dilontarkan.
Adanya rasa takut pada AIDS.
Orang yang melakukan kegiatan yang dinyatakan sebagai resiko tinggi tertular AIDS, seperti para homoseksual, atau mereka yang suka gonta-ganti pasangan seksualnya, maupun yang propesinya denagn aktivitas seksual dan termasuk resiko tinggi, tentu saja sesudah mendengar informasi tentang AIDS jadi takut.
Orang yang takut ini, menjadi panik, gelisah, susah tidur, merasa sudah tertular AIDS, akibatnya tidak dapat bekerja, lemah, dan menjadi sakit karena dinyatakannya sendiri ia sakit. Padahal sebenarnya ia belum tertular AIDS. Hal seperti ini disebut : “ PSEUDO AIDS “ atau “ AIDO PHOBIA “. Gejala-gejalanya menyerupai AIDS pada fase ringan. Orang ini kawatir dirinya menderita AIDS, malahan percaya bahwa dirinya sudah menderita AIDS, karena apa yang didengarnya tentang gejala AIDS, dirasakanya ada pada dirinya. Oleh sebab itu, yang penting adalah menjauhi semua kegiatan yang tidak normal, berlaku wajar, dan kalua memeng merasa telah tertular, sebaiknya memeriksakan diri kepada dokter untuk menyakinkan diri sendiri.
Artikel ini saya dedikasikan untuk para penderita AIDS agar tetap semangat dalam menjalani hidup. Meskipun belum ada obat yang bisa menyembuhkannya secara langsung, tapi mulai sekarang kita tahu bagaimana memperkecil tingkat kematian serta memperpanjang umur yang tersisa. Dan kepada masyarakat sekitar, jelas lebih terbuka bahwa ODHA juga sahabat kita, tidak perlu kita mengucilkan mereka yang terlalu, mereka membutuhkan kita untuk menyemangati hidupnya, tapi tentunya kita tetap meningkatkan kewaspadaan dan menjaga kesehatan diri. Semoga informasi ini memberi banyak manfaat. Terima kasih.